Wednesday, October 7, 2009

tugas dasar-dasar ilmu tanah

  • METODE PENENTUAN UMUR

Umur Relatif

· Prinsip kesejajaran atau superposisi: dalam kondisi normal, lapisan yang berada di bawah lebih tua daripada lapisan di atasnya. Pada gambar di bawah, lapisan yang paling tua ialah lapisan berwarna putih yang terletak paling bawah (gambar kiri) sedangkan pada gambar kanan, lapisan tertua ialah lapisan berwarna hijau muda yang terletak di sebelah kanan bawah (pada hanging wall sesar).new-picture-9

· Prinsip potong memotong: lapisan yang dipotong lebih tua daripada yang memotongnya. Sesuatu yang memotong lapisan dapat berupa lapisan batuan lain (dike, batolit, dll) atau berupa bidang diskontinuitas (sesar, rekahan, dll). Pada gambar di atas, dike (kiri) dan sesar naik (kanan) lebih muda daripada lapisan yang dipotongnya.

· Prinsip kesebandingan: membandingkan bentuk atau teksturnya seperti sutura fosil yang bersifat sederhana (muda) atau kompleks (tua).

· Prinsip kesejajaran fosil: mengkorelasikan lapisan-lapisan yang mengandung fosil. Lapisan yang fosilnya sejenis berarti memiliki rentang umur yang sama.

Umur Absolut

· Metode menghitung

new-picture-10Dendrokronologi: menghitung lingkaran tahunan suatu fosil kayu serta membandingkannya dengan lingkaran tahunan pada pohon yang masih hidup (lihat gambar di samping). Metode ini digunakan untuk menentukan umur absolut serta kondisi iklim dan lingkungan purba. Metode ini juga dapat menentukan tahun pembentukan tiap lingkar, meneliti peristiwa lingkungan dan/atau manusia yang telah lalu, dan crossdated sampel yang overlap dalam waktu seperti pada gambar di bawah.new-picture-8

· Metode isotop

§ Radiokarbon atau C-14: waktu paruh yang digunakan ialah 5730 tahun dan diukur pada material organik dengan kisaran 0-35.000 tahun (dengan metode AMS dapat mencapai 50-70 ribu tahun). Sangat berguna dalam studi arkeologis. Kelemahan metode ini ialah: 1.) sampelnya harus mengandung material organik; 2.) untuk sampel arkeologis dibutuhkan ukuran yang besar; 3.) sampel dan lokasi pengambilannya harus benar-benar terhindar dari kontaminasi karbon di atmosfer; 4.) tidak terlalu akurat pada endapan yang relatif baru karena memiliki keterbatasan atas dan bawah yang signifikan akibat tingkat peluruhannya yang logaritmik.

§ Metode Potassium-Argon (K-Ar): mengukur akumulasi Argon pada substansi yang berasal dari dekomposisi Potassium. Prinsip kerjanya secara umum sama dengan metode radiokarbon, tetapi metode ini hanya sesuai untuk batuan beku vulkanik yang masih segar.

§ Kosmogenik: metode ini dapat mengukur umur erosional dan umur material tersebut tersingkap. Unsur yang digunakan ialah Cl-36, Be-10, He-3, Al-26.

§ Uranium Series Disequilibrium:

o Peluruhan Uranium-Helium sangat cocok untuk fosil yang mengandung aragonit (koral, Moluska) selama tidak mengalami perubahan atau rekristalisasi.

o Peluruhan Uranium-Thorium efektif digunakan pada sedimen laut, tulang, kayu, koral, batu dan tanah dan waktu paruhnya 75.830 tahun. Kelebihan metode ini ialah ukuran sampel yang dibutuhkan tidak besar, yaitu kurang dari 20 gram bahkan untuk tulang hanya diperlukan 3-5 gram. Kekurangannya ialah sampel yang diambil tidak boleh mengandung Thorium dan harus segera ditutup sehingga tidak dapat mengambil banyak sampel. Hal ini dapat dilakukan dalam gua, dalam air dan area terbuka.

§ Metode Pb-210: waktu paruhnya ialah 22,3 tahun sehingga berguna dalam kisaran umur 150-200 tahun. Metode ini dapat diaplikasikan untuk mengukur umur hujan salju, sedimen muda, ikan dan angka historis pencemar lingkungan (logam).

· Pembongkaran Radiasi

§ Metode fission track: metode ini diterapkan pada batuan vulkanik dan tefra, diamati pada mineral zirkon, titanit, apatit dan gelas. Dapat digunakan untuk material sangat muda (dengan kandungan U tinggi) dan material sangat tua (dengan kandungan U rendah) di darat maupun di laut. Terdapat dua jenis jejak peluruhan, yaitu spontaneous dan induced yang melibatkan 2 isotop, U-238 dan U-235. Jejak peluruhan (spontaneous maupun induced) pada sampel yang hendak diamati mula-mula diperbesar dengan pengetsaan dalam asam sehingga dapat terlihat oleh mikroskop cahaya seperti gambar di bawah. Kemudian, melalui mikroskop jejak tersebut dihitung atau dicatat kepadatannya di suatu area. Jumlah jejak per area unit adalah fungsi dari umur dan konsentrasi Uranium.new-picture-11

§ Metode luminescence: teknik ini mengukur umur pengendapan untuk endapan Kuarter yang didasarkan pada kenampakan kerapatan butiran sedimen tersebut. Prinsip pengukurannya ialah mengukur rekaman radiasi ionisasi matahari terhadap butiran mineral dalam sedimen selama erosi dan transportasi. Jadi, luminescence menandakan peristiwa pengendapan.

§ Metode resonansi perputaran elektron (ESR): prinsip metode ini didasarkan pada fakta bahwa radiasi menyebabkan elektron berpindah dari posisi atom normalnya dan terperangkap pada kisi dari mineral. Keunggulan metode ini ialah sampelnya yang tidak dihancurkan sehingga dapat di dating lebih dari satu kali. Metode ini dapat digunakan untuk mengukur umur material organik yang kaya akan kalsium seperti koral, tulang, moluska, dan cangkang telur. Selain itu juga dapat mengukur umur material anorganik seperti batugamping, kuarsa dan batu api.

”Hybridized” Technique

· Teknik Korelasi. Teknik ini tidak menghasilkan angka umur, tetapi jika dikombinasikan dengan metode lain, maka akan menghasilkan pengukuran yang lebih akurat.

o Paleomagnetik: metode ini perlu dikombinasikan dengan metode lain agar lebih akurat dalam menentukan umur dari sedimen Kuarter, batuan dan fosil. Sampel dapat diperoleh dari pemboran dengan diameter 2,5 cm dan panjangnya 6-12 cm atau dari blok sampel yang diketahui dip dan azimuthnya. Sebelum ditentukan umurnya, sampel tersebut dihangatkan lebih dahulu dengan lebih dulu dicocokkan dengan arah kutub magnet saat ini agar orientasi medan magnetnya seragam (lihat gambar di bawah).new-picture-12


Paleomagnetik terbagi menjadi dua, yaitu kutub normal dan pembalikkan kutub. Kutub normal ialah posisi kutub magnetik bumi yang sesuai dengan posisinya saat ini sedangkan pembalikkan kutub yang terjadi secara periodik selama sejarah Bumi ialah posisi kutub magnetik bumi yang berlawanan atau berbeda dengan posisinya saat ini. Hal tersebut menyebabkan deklinasi magnetik terhadap kutub geografis bumi yang diperlukan dalam penggunaan kompas untuk orientasi. Untuk kutub normal, arah kompas menunjuk ke arah utara dan selatan dan arah orientasi magnetik dari batuan pun berarah utara selatan. Namun, untuk pembalikan kutub arah kompasnya akan mempunyai deklinasi dan inklinasi yang besar terhadap arah kutub magnetik saat ini. Metode ini dapat mengukur hingga sekitar 10.000 tahun.

o Tefrakronologi: metode ini mengukur unsur jejak (trace element) pada lapisan abu vulkanik untuk menentukan sumbernya.

· Kimia dan Biologi

o Aminostratigrafi: penentuan umur dari rantai asam amino.

o Hidrasi Obsidian: penentuan umur dari kemampuan obsidian menyerap air atau uap air dari atmosfer. Penyerapan uap ini dipengaruhi oleh ketebalan kulit hidrasi obsidian (variabel terikat) yang meliputi waktu, geokimia, iklim, kandungan kimiawi tanah, dan Tempertur Hidrasi Efektif (EHT). Geoarkeologis menggunakan determinasi hidrasi obsidian untuk menentukan kedalaman waktu.

o Lichenometri: penentuan umur dari jamur.


  • UMUR GEOLOGI

Umur geologi merupakan skala umur yang menunjukkan jaman-jaman yang telah berlangsung sejak bumi terbentuk hingga kehidupan saat ini. skala waktu yang digunakan disebut skala waktu geologi yang bagannya dapat dilihat pada gambar berikut:

Contoh skala waktu geologi Amerika Utara

new-picture

Contoh skala waktu geologi Amerika Utara

Masing-masing dari jaman pada skala waktu geologi tersebut memiliki fosil penciri yang disebut fosil index. Ciri-ciri dari fosil index tersebut ialah:

· Memiliki rentang hidup yang panjang

· Penyebarannya luas

· Tidak memiliki periode hidup yang khusus. Jadi, dapat hidup dalam iklim dan cuaca apapun dalam satu jaman.

Fosil index tiap jaman, jumlahnya bisa lebih dari satu. Misalnya saja jaman Cretaceous atau Kapur yang memiliki fosil index Inoceramus sp. dan Coeloptychium rude.

Penentuan Umur

Umur geologi terbagi menjadi 2, yaitu umur relatif dan umur absolut. Umur relatif ialah umur yang ditentukan berdasarkan posisi batuan atau fosil relatif terhadap posisi batuan atau fosil di sekitarnya. Dengan kata lain, umur relatif tidak menunjukkan angka, tetapi pernyataan bahwa tentang mana yang lebih tua dan mana yang lebih muda berdasarkan proses pembentukannya. Umur absolut ialah umur yang ditunjukkan dengan suatu angka yang diperoleh dari pengukuran radioaktif. Jadi, umur absolut ini langsung menunjukkan angka umurnya sehingga dapat diketahui pada jaman apa batuan tersebut terbentuk.

Material yang dapat diukur antara lain ialah sedimen, fosil, batuan beku, benda arkeologi dan tumbuhan seperti yang terdapat pada gambar berikut:

new-picture-12new-picture-25new-picture-33

Contoh material yang dapat diukur umurnya. Fosil tumbuhan (kiri), sedimen (tengah) dan benda arkeologi (kanan).

Tiap material tersebut dapat diukur umur relatif maupun umur absolutnya, tergantung pada keperluan penelitian yang dilakukan. Untuk mengetahui urutan proses pembentukannya, lebih efisien menggunakan umur relatif. Tetapi, jika ingin mengetahui kapan material tersebut terbentuk, lebih efektif menggunakan umur absolut.

Penentuan umur relatif dapat ditentukan melalui prinsip superposisi, fosil suksesi, potong memotong, dan prinsip kesebandingan.

Prinsip superposisi menjelaskan bahwa lapisan batuan yang berada di bawah, dalam kondisi normal (tidak terdeformasi) lebih tua daripada lapisan di atasnya. Fosil suksesi merupakan analisa kesejajaran fosil atau disebut juga biostratigrafi. Berdasarkan prinsip ini, lapisan yang mengandung fosil yang sejenis, memiliki rentang umur yang sama. Dalam Prinsip potong memotong, lapisan yang memotong lebih tua daripada lapisan yang dipotongnya. Lalu, prinsip kesebandingan ialah membandingkan bentuk, misalnya fosil yang memiliki sutura sederhana lebih tua daripada fosil yang suturanya lebih kompleks.

Untuk menentukan umur absolut, terdapat dua metode, yaitu:

· Metode menghitung, contohnya ialah menghitung lingkaran tahunan, jumlah endapan atau sutura fosil, dan sclerochronology (menghitung lapisan dari pertumbuhan organisme seperti koral, kerang-kerangan, atau kayu yang membatu).

· Metode isotop, misalnya ialah radiokarbon atau C-14, kosmogenik (Cl-36, Be-10, He-3, Al-26), atau Uranium series disequilibrium. Khusus untuk daun, metode yang cocok ialah radiokarbon karena metode yang lain kesalahannya terlalu besar untuk penentuan umur absolut daun.


  • Keraguan pada umur bumi 'critics on geochronology

    Daripada berusaha mencoba menemukan metode serius untuk menghitung umur Bumi, kaum kreasionis lebih tertarik untuk mengritik metode-metode geokronologi yang dilakukan para ilmuwan mainstream. Padahal, metode radiometri itu telah didasarkan kepada riset selama 50 tahun. Nah, apa yang dihasilkan para kreasionis selama 50 tahun itu ? Sebagian besar hanya kritik dan kritik atas metode radiometri, untuk menentukan bahwa umur Bumi 6000-10.000 tahun pun, seperti yang mereka percayai, mereka tak punya metode serius untuk mengukurnya.

    Apa yang dikemukakan di dalam situs yang dikutip Sdr. Farid di bawah itu sebenarnya berasal dari buku terkenal Henry Morris, bapak kreasionisme, berjudul “Scientific Creationism” (1974). Morris mengemukakan bahwa K/Ar dating untuk lava dari 1801 Hulalalei volcano lava flow berkisar umurnya dari 160 million years - 3 billion years old. Dengan pernyataannya itu, Morris mencoba menjelaskan bahwa betapa buruknya
    metode radiometric dating itu, masakan aliran lava yang keluar tahun 1801 dikatakan berumur 160 juta tahun bahkan 3000 juta tahun. Dengan klaimnya itu, Morris mengatakan bahwa betapa bodohnya ilmuwan yang mempercayai radiometric dating. Orang awam atau bahkan geologist sekalipun yang “malas” mencari tahu lebih jauh akan terpedaya oleh provokasi Morris ini. Hati-hati, selidikilah lebih jauh.

    Morris menyembunyikan sesuatu, ia hanya mengambil apa-apa yang dirasakan mendukung pendapatnya. Dalam buku itu, Morris sebenarnya mengutip sebuah studi oleh Funkhouser dan Norton (1968) dalam Journal of Geophysics Research, vol. 73, hal. 4601 – 4607, “Radiogenic Helium and Argon in Ultramafic Inclusions from Hawaii “ . Morris tidak menuliskan bahwa studi yang dikutipnya itu adalah studi tentang xenolith, bukan studi tentang lava. Xenolith di Hawaii itu adalah fragmen
    batuan asing yang dibawa magma ketika melalui kerak Bumi. Karena xenoliths ini tidak dileburkan secara sempurna oleh magma, maka xenoliths ini jauh lebih tua daripada aliran lava.

    Dengan dating K/Ar pada sebuah sampel, apa yang sebenarnya kita ukur adalah seberapa lama sampel telah ada sejak sampel itu membeku dari keadaan leburnya. Mengapa kita punya kisaran
    umur K/Ar yang sangat lebar pada sampel itu ? Studi itu mengatakan bahwa umur xenoliths tak dapat diukur dengan semestinya oleh metode K/Ar. Funkhouser dan Norton (1968) menulis di jurnal itu bahwa xenoliths tersebut mengandung excess argon yang terperangkap dalam gelembung “udara” di dalam batuan. Argon berlebih ini akan menyebabkan rasio K/Ar tak benar sehingga perhitungan umurnya pun menjadi tak benar. Suatu radiometric dating akan dilakukan setelah serangkaian screening atas sampel dilakukan untuk menghindari kontaminasi, ini merupakan prosedur baku absolute dating.

    Klaim atas asumsi-asumsi
    metode radiometri. Beberapa prasyarat digunakan dalam metode radiometric dating. Ini umumnya meliputi : constancy of decay rate dan kontaminasi (gain atau loss parent/ daughter isotope). Kaum kreasionis seringkali menyerang prasyarat ini sebagai “unjustified assumptions” .

    Rates of radiometric decay didasarkan kepada sifat mendasar materi, seperti probability per unit time suatu partikel keluar dari inti atom. Perubahan signifikan rates of radiometric decay isotopes yang sering dipakai untuk geological dating tak pernah teramati dalam kondisi apa pun. Lihat publikasi Emery (1972 - “Perturbation of nuclear decay rates” - Annual Reviews of Nuclear Science 22, hal. 165-202) yang merupakan survey komprehensif atas hasil-hasil eksperimen dan batas-batas teoretis tentang variasi tingkat peluruhan (decay rates). Di dalam paper itu Emery melaporkan bahwa perubahan-perubahan tingkat peluruhan adalah sesuatu yang tidak relevant dan walaupun terjadi bisa diabaikan. Kalau mau menerima
    umur Bumi begitu muda seperti yang dipercaya kaum kreasionis, maka akan diperlukan perubahan tingkat peluruhan yang luar biasa, yang tidak pernah terjadi, dan yang tidak logis berdasarkan batas-batas teoretis (barangkali ingat prinsip-prinsip mekanika kuantum, “Fermi’s golden rule” pada peluruhan sinar alpha ?).

    Secara ringkas, bisa dikatakan bahwa tak ada orang yang telah menemukan bukti-bukti perubahan dalam fundamental constants, pada akurasi sekitar satu bagian dalam 1011 per tahun. Baik bukti-bukti eksperimen maupun perhitungan- perhitungan teoretis menunjukkan bahwa rates of radioactive decay konstan, tak ada perubahan-perubahan signifikan. Sebaliknya, kalau kita mau mengakui
    umur Bumi yang muda, maka harus telah terjadi accelerated decay 10-20 kali dibandingkan yang ada, dan itu tak ada.

    Tentang kontaminasi. Kebanyakan
    metode radiometri punya check built in yang akan mendeteksi kebanyakan bentuk-bentuk kontaminasi. Benar bahwa beberapa metode dating ( K-Ar dan carbon-14) tidak punya built-in check untuk kontaminasi, dan bila terjadi kontaminasi maka metode-metode ini akan menghasilkan umur-umur yang tak berarti (lihat kasus xenoliths Hawaii di atas). Bila itu terjadi, umur-umur yang dihasilkan tak usah diyakini. Tetapi bila tak ada kontaminasi, umurnya boleh diyakini. Kekurangan built-in check pada kedua metode ini sekarang bisa diupayakan dengan screening yang ketat sebelum dilakukan pengukuran.

    Tentang closed system assumption. Inti atom sebenarnya begitu terlindung dari larger scale effects seperti tekanan dan temperatur tinggi. Meskipun demikian, para ilmuwan geokronologi tak menganggap closed system ini berlaku. Buktinya, mereka memasang built-in check for contamination di banyak
    metode pengukuran radiometri. Mereka mengindahkan yang namanya kontaminasi, dan sebuah kontaminasi tentu akan terjadi di open system. Maka, tuduhan para kaum kreasionis tak punya alasan.

    Umur Bumi memang sudah tua, perkiraan terbaru (Gradstein et al., 2004 – Geologic Time Scale 2004, Cambridge) adalah 4560 juta tahun. Mineral tertua yang terukur sampai sekarang (Wilde et al., 2001 – “Evidence from detrital zircons for the existence of continental crust and oceans on the Earth 4.4 Gyr ago” – Nature 409 (6817), hal. 175-178) adalah sebuah detrital zircon bernama sampel W74, sebuah sampel metaconglomerate dari Jack Hills area, Australia Barat, yang menghasilkan umur absolute (menggunakan metode isotop U-Pb) 4408 +/- 8 juta tahun.

    Radiometric dating telah berkembang sejak awal abad ke-20. Penemuan berbagai radioisotope berbagai unsur (seperti lead, carbon, zircon) yang terjadi di dalam mineral,
    batuan, meteorit, dan fosil, bersama dengan pengukuran kecepatan peluruhannya, telah memampukan pengukuran umur material2 ini. Dan, pengetahuan bahwa Bumi berumur paling tidak 4550 juta tahun telah diketahui sejak 1956, ketika Claire Patterson, ahli fisika Amerika yang terlibat dalam pembuatan bom atom pertama dan ahli radioaktivitas, membandingkan pengukuran radiometri pada meteorit dan mineral-mineral Bumi. Kritik kaum kreasionis pada metode radiometri yang sudah berumur 100 tahun ini tak beralasan.

    Bahwa Alam Semesta kita sudah begitu tua termasuk Bumi yang kita huni ini juga terbukti melalui pengukuran-pengukur an dalam ilmu astronomi dan space sciences lainnya. Melalui pengukuran presisi expansion rate Alam Semesta (Alam Semesta mengembang terus sejak Big Bang) dihitung bahwa Alam Semesta terbentuk 13-14 milyar tahun yang lalu. Perhitungan ini terbukti benar pada tahun 2002 (lihat Astrophysical Journal Letters) ketika NASA’s Hubble Space Telescope, teleskop langit yang melayang di ruang hampa, berhasil menangkap data bintang-bintang bajang putih (white dwarfs) di Galaksi Bima Sakti yang sedang habis terbakar. Bintang2 pucat dan kabur ini tercatat paling tua dan telah menjadi “clockwork stars” untuk mengetahui
    umur Alam Semesta. Ancient white dwarf stars, yang dilihat Hubble ini, dihitung berumur 12 - 13 milyar tahun.

    Karena berdasarkan pengamatan2 Hubble sebelumnya yang menunjukkan bahwa bintang-bintang pertama terbentuk sekitar 1 milyar tahun setelah Alam Semesta lahir dalam Big Bang, maka tepatlah
    umur Alam Semesta yang selama ini diyakini oleh para ilmuwan, yaitu 13-14 milyar tahun, dan Bumi baru terbentuk sekitar 9 milyar tahun setelahnya atau 4,5 milyar tahun yang lalu.

    Objek terukur paling jauh di Alam Semesta adalah Galaksi Abell 1835 IR 1916 (Guiness World Records, 2007) yang terukur oleh pengamatan European Southern Observatory’s Very Large Telescope (VLT) di Chile. Galaksi atau quasar (quasi radio stellar) ini punya indeks redshift 10, yang ekivalen dengan jarak dari Bumi sekitar 13,2 milyar tahun cahaya. Berapa jauh jaraknya dalam km bisa diketahui dengan mengalikan jarak tahun cahaya oleh kecepatan cahaya selama sedetik (300.000 km). Apa artinya ? Artinya adalah Cahaya dari galaksi/quasar ini meninggalkan objek tersebut 13,2 milyar tahun yang lalu. Artinya lagi adalah bahwa Alam Semesta kita memang sangat tua, termasuk Bumi kita di dalamnya.

    Demikian, sebaiknya berhati-hatilah membaca semua publikasi kaum kreasionis. Mereka mungkin kaum fundamentalis agama yang baik (baik dari kalangan Kristen maupun Islam), tetapi yang dikemukakannya kebanyakan adalah pseudo-sains. Mengakui
    umur Alam Semesta dan Bumi yang tua, mengakui evolusi terjadi, tak berarti bahwa kita tak beriman.

  • Pembelahan spontan 238U pada mineral meninggalkan jejak belah yang dapat diperbesar dengan proses pengetsaan. Jumlah jejak pada area tertentu merupakan fungsi dari umur mineral tersebut dan kandungan uraniumnya. Metode pentarikhan jejak belah antara lain digunakan untuk menentukan umur mineral apatit dan zirkon, yang terkandung dalam batuan beku seperti granit. Metode ini memberikan informasi tentang berbagai peristiwa geologi yang ada hubungannya dengan umur mutlak suatu batuan, khususnya tentang sejarah perubahan suhu di masa lampau. Dalam penelitian ini, metode pentarikhan jejak belah digunakan untuk penentuan umur contoh batuan granit asal daerah Sumatera Barat. Proses pengerjaan di laboratorium meliputi penggerusan, pencucian, pemisahan mineral, pengikatan, pemolesan, pengetsaan (etching), pengiradiasian, dan penghitungan umur dengan metode detektor eksternal. Hasil penelitian terhadap contoh granit yang diambil dari Sumatera Barat menunjukkan bahwa umur zirkon SB-36, SB-38, dan SB-47 (SB = Sumatera Barat, 36, 38 dan 47 adalah nomor kode contoh) masing-masing adalah 39,03  1,75; 48,09  2,31 dan 4,74  0,49 juta tahun, termasuk ke dalam umur Tersier Awal-Tersier Akhir.